MANUSIA HARUS SELALU BERSYUKUR ATAS SEMUA YANG DI BERIKAN OLEH ALLAH

Rabu, 08 Juni 2011

RADIKALISME AGAMA ISLAM DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

Dinamika gerakan Islam Indonesia dalam beberapa tahun belakangan menunjukkan tingkat penting yang cukup menggembirakan. Peranan ormas-ormas Islam bagi perbaikan umat dan kemajuan perkembangan Islam dinilai banyak kalangan semakin meningkat. Namun demikian, di balik perkembangan positif tersebut, tetap saja gerakan Islam dihadapkan pada berbagai tantangan yang tak kecil, seperti tudingan membawa paham radikalisme Islam, otak di balik serentetan aksi kekerasan dan terorisme (khususnya oknumnya), hingga penilaian sebagian kalangan yang menunjuk sebagian ormas Islam kerap berbuat anarkhis.
Radikalisme belakangan ini menjadi gejala umum di dunia Islam, termasuk Indonesia. Reaksi keras yang hampir serentak di dunia Islam terhadap kasus karikatur Nabi Muhammad hanya riak kecil dari serangkaian gelombang radikalisme yang lebih besar. Gejala radikalisme di dunia Islam bukan fenomena yang datang tiba-tiba. Ia lahir dalam situasi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang oleh pendukung gerakan Islam radikal dianggap sangat memojokkan umat Islam. Mereka merasa aspirasi mereka tidak tersampaikan dengan baik karena sistem politik yang dikembangkan adalah sistem kafir yang dengan sendirinya lebih memihak kalangan nasionalis sekuler ketimbang umat Islam itu sendiri.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian

Radikalisme Islam di Indonesia sering diassoaisikan secara tidak tepat Padahal, makna posisitf dari radikalisme adalah spirit perubahan menuju yang lebih baik itu.

Dalam istilah agama disebut ishlah (perbaikan) atau Tajdid (pembaharuan). Dengan begitu radikalisme bukan sinonimnya ektrimitas, kekerasan. Apa yang disebut Ghuluu (melampaui batas) dan Ifrath (keterlaluan) kita tolak. Memang ada dua spirit perubahan di situ yaitu positif dan negatif. Kita mengusung perubahan dalam maknanya yang positif. Keteledoran Sejarah? Secara demikian gambaran hakikat Islam itu tentu perlu diperjelas. Artinya hakikat Islam itu adalah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, objektivitas, fariness. Selanjutnya Islam menginginkan menjadi umataan washataa. “Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul ( Muhammad) menjadi saksi atas (pebuatan) kamu. Al Baqarah 143.

Namun ada juga sebagian kelompok mau pun golongan sustu agama yang mempunyai sikap radikal atau radikalisme, yang kemudian disebut dengan radikalisme keagamaan, termasuk radikalisme islam. Radikalisme yang kebanyanyakan di jumpai dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya dalam golongan agama islam saja namun ada juga di dalam agama selain islam, selain itu juga ada dalam golongan-golongan yang lainnya. Gerakan keagamaan yang menyertai kekerasan itu hanya dilakukan oleh organisasi besar dan mapan. Kejadian-kejadian sporadis yang berupa pemboman pesawat sipil, barak tentara atau pasar, juga penculikan, kelompok-kelompok yang biasa disebut Barat sebagai ”teroris”.

“Radikalisme” dalam bahasa Arab disebut syiddah al-tanatu. Artinya keras, eksklusif, berpikiran sempit, rigid, serta memonopoli kebenaran. Muslim radikal adalah orang Islam yang berpikiran sempit, kaku dalam memahami Islam, serta bersifat eksklusif dalam memandang agama-agama lainnya. Kelompok Islam radikal muncul sejak terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, menyusul kemudian Ali bin Abi Thalib yang dilakukan oleh umat Islam sendiri. Saat itu, Islam radikal diwakili oleh kelompok Khawarij.

Radikal berarti memiliki wawasan tertentu untuk melepaskan diri dari cengkraman masa lalu. Sedang kan radikalisme adalah gerakan sosial yang menolak secara menyeluruh tertib sosial yang sedang berlaku dan di tandai oleh kejengkelan moral yang kuat untuk menentang dan bermuduhan dengan kaum yang mempunayai hah-hak istimewa dan yang berkuasa.
Sementara Islam merupakan agama kedamaian yang mengajarkan sikap berdamai dan mencari perdamaian. Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik. Namun banyak orang yang menyalah artikan dari radikalisme sendir, banyak yang memahami agama islam dalam pandangan yang keras dalam menyakini, memahami dan melaksanakan ajaran agama islam, dalam dalam hal politik, islam garis keras, islam yang berwatak ideologi yang keras, islam yang serba kewahyuan dan yang lainnya.



B. Gerakan Radikal Positif (Prinsip-Prinsip Gerakan Tajdid dan Islah)
1. Menyerukan dan mengajarkan kepada umat islam untuk memahami ajaran agamanya dengan pemahaman yang benar sesuai dengan pemahaman rasulullah SAW dan para sahabat beliau terdapat Al-Quran dan Al- hadis.
2. Mengoreksi segenap pemahaman dan pengalaman kita terhadap agama ini agar dibersihkan dari polusi syirik dan bid’ah.
3. Membangun mental ketaatan kepada penguasa muslim dalam segala perkara yang baik dan berlepas diri dari kejelekan yang dilakukan oleh penguasa tersebut.
4. mencegah adanya sikap memberontak kepada penguasa muslim dalam menyalurkan rasa ketidakpuasan terhadap berbagai kebobrokan penguasa muslim.
5. Menasehati penguasa muslim dengan nasehat yang tidak menimbulkan pemahaman terhadap masyarakat bahwa nasehat tersebut sebagai sikap pemberontak kepada penguasa yang di nasehaiti.
6. Mencegah kemungkaran dengan syarat tidak mengandung resiko munculnya kemungkaran yang lebih besar daripadanya.
7. Mengikhlaskan segala bentuk perjuangan tersebut hanya untuk mencapai keridhoan Allah Ta’alla dan tidak mempunyai tujuan sampingan atau susulan apapun.
8. Sabar berpegang teguh dengan prinsip-prinsip agama yang tidak bergeser sedikitpun daripadanya dalam keadaan bagaimanapun dan dengan alasan apapun.
9. Merujuk kepada kepemimpinan ulama Ahlul Hadis dalam memutuskan perkara-perkara besar atau prinsiple dan tunduk patuh kepada keputusan para ulama tersebut dalam keadaan suka ataupun tidak suka.
10. Menjaga kesatuan dan persatuan umat islam diatas bimbingan Al-Qur’an dan As-sunnah serta menghindari perkara-perkara yang akan menjadi sebab perpecahan umat islam selama tidak menyimpang dari keduanya.



C. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Gerakan Radikalisme
Gerakan radikalisme sesungguhnya bukan sebuah gerakan yang muncul begitu saja tetapi memiliki latar belakang yang sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan radikalisme.

Diantara faktor-faktor itu adalah :
1. Faktor-faktor sosial-politik. Gejala kekerasan “agama” lebih tepat dilihat sebagai gejala sosial-politik daripada gejala keagamaan. Gerakan yang secara salah kaparah oleh Barat disebut sebagai radikalisme Islam itu lebih tepat dilihat akar permasalahannya dari sudut konteks sosial-politik dalam kerangka historisitas manusia yang ada di masyarakat. Dalam hal ini kaum radikalisme memandang fakta historis bahwa umat Islam tidak diuntungkan oleh peradaban umum sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi. Tentu saja hal yang demikian ini tidak selamanya dapat disebut memanipulasi agama karena sebagian perilaku mereka berakar pada interpretasi agama dalam melihat fenomena historis. Karena dilihatnya terjadi banyak penyimpangan dan ketimpangan sosial yang merugikan komunitas Muslim maka terjadilah gerakan radikalisme yang ditopang oleh sentimen dan emosi keagamaan.
2. Faktor emosi keagamaan. Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut) walalupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan bendera dan simbol agama seperti dalih membela agama, jihad dan mati stahid. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan emosi keagamaan adalah agama sebagai pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif. Jadi sifatnya ketidak mutlakan dan subjektif.
3. Faktor kultural ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatarbelakangi munculnya radikalisme. Hal ini wajar karena memang secara kultural, sebagaimana di dalam masyarakat selalu diketemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai. Sedangkan yang dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai anti tesa terhadap budaya sekularisme/pahan keduniaan. Budaya Barat merupakan sumber sekularisme yang dianggab sebagai musuh yang harus dihilangkan dari bummi. Sedangkan fakta sejarah memperlihatkan adanya dominasi Barat dari berbagai aspeknya atas negeri-negeri dan budaya Muslim. Peradaban barat sekarang ini merupakan ekspresi dominan dan universal umat manusia.
4. Lemahnya pengetahuan tentang hakekat islam, lemah disini bukan berarti tidak mengetahui islam, namun pemahaman masyarakat tentang islam tidah menyeluruh akan tetapi hanya setengah-setengah saja, sehingga saat dibujuk mereka mudah terbujuk. Sehingga mereka akan terjerumus dalam islam yang keras.
5. Pemahaman nash secara tekstual, dari pemahan yang hanya sesuai dalam tulisan maka tidak akan tepat dalam masa sekarang yang serba modern, maka untuk itu manusia harus berfikir untuk menempatkan nash yang sesuai kehidupan masa sekarang ini, dengan perubahan masa demi masa yang berubah-ubah pemikiran, budaya, dan lainya. Supaya pemahaman nash tidak hanya mentah-mentah, yaitu dengan cara berfikir supaya penempatan nash sesuai dengan konteks pada masa seperti sekarang.
6. Persepsi tentang pemerintahan yang buruk, ketidak pastian hukum, masalah pengangguran serta krisis sosial, faktor ini pun juga ikut andil yang besar pula, sehingga muncul radikalisme agama di Indonesia. Dan kebanyakan faktor ini yang muncul di Indonesia, pemerintahan harus segera menangani hal tersebut supaya gerakan radikalisme dapat segera dicegah
7. Kemiskinan, marjinalisasi, keterbelakangan, yang hampir semua masuk dalam kehidupan masyarakat dengan ketidak adilan

D. Penanganan Gerakan Radikalisme
Sebagai kesatuan paham dan gerakan, radikalisme agama tidak mungkin dihadapi dengan tindakan dan kebijakan yang parsial. Dibutuhkan perencanaan kebijakan dan implementasi yang komprehensif dan terpadu. Problem radikalisme agama merentang dari hulu ke hilir.

Tindak radikalisme tidak akan pernah surut sampai kapanpun. Meski demikian tindak radikalisme sangat dimungkinkan untuk dieliminasi. Kita hanya bisa mengeliminir perkembangan radikalisme melalui pendekatan yang melibatkan seluruh stakeholder negara termasuk pula masyarakat madani.

Ada porsi dan tanggung jawab dari setiap ormas atau lembaga untuk memberikan wawasan dan pengetahuan tentang Islam yang damai dan penuh rahmat. Tapi, negara memiliki tanggung jawab yang sama dengan ormas. Jangan biarkan adanya celah perkembangan kelompok radikal, fundamentalis atau terorisme. Sebab itu, diperlukan penanganan yang tidak hanya sebatas dari sudut pandang agama saja.

Kecenderungan yang terjadi baik negara atau badan penanganan terorisme hanya melakukan penanganan melalui satu kacamata. Seolah-olah penyebabnya hanya faktor tunggal yakni ideologi. Ini yang menyebabkan kita sulit untuk bergerak, karena ada faktor lain diluar agama yang menyebabkan bergeraknya kelompok ini seperti ketidakadilan, Kemiskinan, marjinalisasi, keterbelakangan, dan lainnya, sehingga agama menjadi medium pemeriksaanperkara oleh hakim. Belum lagi, rapuhnya hukum nasional yang menggerakkan masyarakat untuk melawan dan menerobos koridor hukum. Karena itu, disayangkan pemerintah yang menutup pintu pendidikan agama sebagai penanganan tindak radikalisme.
Radikalisme Islam juga tercermin dalam kelompok NII seringkali menimbulkan persoalan sosial di tengah masyarakat. Karena itu sudah menjadi kewajiban seluruh masyarakat serta bangsa Indonesia tanpa melihat suku, adat, budaya, agama maupun ideologi untuk menangani sekaligus mencegah berkembangnya paham Negara Islam Indonesia atau NII.
Gerakan penanganan itu tidak harus menunggu instruksi atau anjuran pemerintah pusat. Tetapi demi terbinanya ketentraman masyarakat dan stabilitas sosial, gubernur, bupati/walikota,ormas-ormas, bisa mengambil langkah-langkah pengamanan.
Penataan politik dan sosial harus ditata yang bagus dan rapi, supaya tidak ada permainan politik individualnya yang dapat merugikan rakyatnya. Dalam menentukan masalah atau anggota yang terlibat sebaiknya jangan membawa nama atau istilah agama supaya tidak menyulut perkara yang lebih besarlagi. Selain itu penanaman agama harus dilakukan sedini mungkin dan dimatangkan serta terapkan dalam kehidupan pada masa sekarang ini, dengan di ajak berfikir yang sesuai kentek masa sekarang maka akan menjadikan pencegahan awal.



BAB III
PENUTUP

Praktek kekerasan (radikalisme) yang dilakukan oleh sekelompok umat Islam tidak dapat dialamatkan kepada Islam sehingga propaganda media Barat yang memojokkan Islam dan umat Islam secara umum tidak dapat diterima. Islam tidak mengajarkan radikalisme, tetapi perilaku kekerasan sekelompok umat Islam atas simbol-simbol Barat memang merupakan untuk memberi label dan mengkampanyekan anti-radikalisme Islam. Identitas keislaman (kesadaran umum sebagai Muslim) memang menjadi identitas yang tepat dan referensi yang efektif bagi gerakan radikalisme. Tetapi faktor eksternal yaitu dominasi dan kesewenang-wenangan barat atas negeri-negeri Muslim merupakan faktor yang lebih dominan yang memunculkan radikalisme Muslim sebagai reaksi. Jadi jelas, bahwa radikalisme muncul dari kebanggan (identitas ke-Islaman) yanga terluka (oleh Barat), keluhan (kaum Muslim tertindas yang tidak diperhatikan) dan keputusasaan karena ketidakberdayaan.
Solusi-solusi yang muncul harus dapat mencakup kompleksitas permasalahan yang kesemuanya harus berangkat dari kearifan para pemimpin Barat dan juga negeri-negeri Muslim untuk mampu membaca fenomena perkembangan zaman yang mencerminkan aspirasi dari kalangan Muslim. Kondisi buruk sosial-politik dan ekonomi telah menjadikan umat Islam semakin termajinalkan sudah seharusnya dijadikan landasan awal dalam pemecahan masalah radikalisme. Jika tidak maka “Islam” yang damai akan termanifestasi dalam bentuk radikalisme yang penuh kekerasan.

both;'/>

1 komentar: